Menguatkan Peran Pendidikan Keluarga di Era Modern

Oleh Hiznu Sobar*

Sesaat setelah dua kota di Jepang dibumihanguskan oleh tentara sekutu, satu hal yang dilakukan pertama kali oleh pemimpin Jepang saat itu adalah menghitung berapa banyak guru yang tersisa. Dari guru yang ada kemudian Jepang bangkit dan menjelma menjadi kekuatan negara yang diperhitungkan di dunia hingga saat ini. 

Satu pelajaran penting yang bisa kita ambil dari peristiwa tersebut adalah betapa peran pendidikan menjadi sangat vital dalam membangun peradaban. Pendidikan merupakan pilar yang sangat berharga bagi kelangsungan kehidupan manusia. Hingga ukuran majunya suatu bangsa bisa dilihat sejauh mana pendidikannya maju di negara tersebut. 

Momentum Hari Pendidikan Nasional yang setiap tahun diperingati pada tanggal 2 Mei sejatinya bisa menjadi pengingat bagi seluruh elemen bangsa dalam membangun peradaban ke arah yang lebih maju. Tidak sekedar seremoni belaka, melainkan bisa menjadi kesungguhan dalam menggali makna peran pendidikan bagi seluruh stakeholder pendidikan di tanah air. 

Jika kita kerucutkan ke elemen paling dasar tentang peran pendidikan, maka keluarga adalah elemen paling krusial dalam pembentukan pendidikan, termasuk di dalamnya pendidikan karakter. Keluarga adalah orang terdekat dalam proses pendidikan. Bahkan jika dihitung prosentasi dari 24 jam aktivitas yang dijalani, keluarga memiliki waktu yang paling banyak. Ki Hajar Dewantara pernah menyatakan bahwa keluarga adalah kumpulan individu yang memiliki rasa pengabdian tanpa pamrih demi kepentingan seluruh individu yang bernaung di dalamnya. 

Dalam penguatan pendidikan keluarga, paling tidak ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, komitmen orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Orang tua adalah pemimpin (leaders)  rumah tangga. Arah kehidupan anak akan sangat didominasi dari keputusan-keputusan orang tua. Dari pada itu, orang tua harus memiliki komitmen yang tinggi untuk pendidikan keluarganya. Mulai dari hal yang sederhana, seperti berkata baik, sopan santun, mengajarkan ibadah, hingga mengajarkan saling menghargai satu sama lain di antara anggota keluarganya. 

Kedua, kesungguhan dan bijak dalam menyalurkan minat bakat sang anak. Setiap individu yang lahir, datang dengan membawa keunikan minat dan bakat masing-masing. Meskipun anak adalah darah daging yang mengalir dari ayah dan ibunya, namun tidak semua anak memiliki kecenderungan yang sama dengan orang tuanya. 

Maka sudah menjadi sebuah keniscayaan bahwa putra putri kita akan memiliki minat dan bakat yang beragam. Dan sebagai orang tua, perlu memiliki kebijakan yang arif dalam membina keinginan sang anak. Jika tidak, maka tidak sedikit orang tua yang menyalurkan minat dan bakatnya sejak kecil, dipaksakan kepada anaknya. Hal ini akan berakibat ketidaknyamanan bagi sang anak hingga akhirnya ia tidak berkembang sebagaimana mestinya.  

Ketiga, kesinambungan do’a yang dipanjatkan bagi putra putrinya. Ini merupakan ‘senjata’ terakhir yang tidak boleh tertinggal. Sebagai mahluk yang diciptakan Allah SWT, kita membutuhkan-Nya. Maka do’a menjadi penting bagi pendidikan keluarga agar factor X yang kita tidak pernah tahu, dipermudah jalannya oleh Sang Maha Kuasa. 

Jika kita menyadari bahwa betapa pentingnya peran keluarga  dalam pendidikan bagi bangsa dan negara, tentu masing-masing individu dari kita bisa memulai kembali membangun pondasi yang kokoh dalam pembentukan pendidikan berkarakter yang bisa menjadi cerminan bangsa tersebut. Bila keluarga kita baik, maka masyarakatnya akan baik, dan bila masyarakatnya baik maka bangsanya pun akan baik, dan bila bangsanya baik maka bisa diyakinkan negaranya akan baik. Selamat Hari Pendidikan Nasional!

*Kepala SMP Islam Al Syukro Universal