300812_halalbiihalalHari pertama masuk sekolah pasca Lebaran 1433H, kampus Al Syukro diwarnai dengan serangkaian kegiatan Halal Bihalal. Halal Bihalal merupakan budaya tanah air, yang diselenggarakan setelah Idul Fitri, untuk saling memaafkan. Halal Bihalal telah menjadi tradisi di negara-negara rumpun Melayu. Ini adalah refleksi ajaran Islam yang menekankan sikap persaudaraan, persatuan, dan saling memberi kasih sayang. 

Menurut Dr. Quraish Shihab, halal-bihalal merupakan kata majemuk dari dua kata bahasa Arab halala yang diapit dengan satu kata penghubung ba (dibaca: bi) (Shihab, 1992: 317). Meskipun kata ini berasal dari bahasa Arab, masyarakat Arab sendiri tidak akan memahami arti halal-bihalal yang merupakan hasil kreativitas bangsa Melayu. Halal-bihalal, tidak lain, adalah hasil pribumisasi ajaran Islam di tengah masyarakat Asia Tenggara. 

Di Perguruan Islam Al Syukro Universal, kegiatan Halal Bihalal dimulai dengan apel pagi di lapangan upacara. Semua siswa TK, SD dan SMP mendengarkan siraman rohani dari Bapak Yayat Nurhidayat, guru SD, yang menjelaskan tentang Hikmah Idul Fitri. Bapak Yayat Nurhidayat menekankan pentingnya hidup rukun dengan teman, membahagiakan orang tua dan hormat kepada guru.

Selesai mendengarkan siraman rohani, para siswa dengan rapi menyalami guru satu persatu. Para guru berbaris rapi di depan halaman, dan setiap siswa menyalaminya secara tertib. Kegiatan halal bihalal juga berlangsung di setiap ruang kelas. Para guru membimbing para siswa untuk saling bersalaman dan saling mengucap permintaan maaf. Tidak sedikit juga para siswa yang berbagi oleh-oleh pulang kampung.

Ketika para siswa sudah pulang, halal bihalal khusus guru dan karyawan digelar di ruang mushola. Selain mendengarkan nasihat agama dari Ustad Raihan, para guru dan karyawan juga melaksanakan sholat berjama’ah, berdoa bersama dan ditutup dengan makan siang bersama

{gallery}galeri_foto/halal_bihalal_1433h{/gallery}